“Tak kenal maka tak sayang”, memang benar kata-kata simple
tapi penuh makna. Nah sobat smua upaya lebih akrab ato lebih mengenal siapa sih
Petruk, nyok kit abaca sedikit ulasan berikut……
Nama lain: -
Dawala
-
Kantong Bolong
-
Dublajaya
-
Pentung Pinanggul
Sex: Pria
Ciri:
- Berhidung panjang dan kulit
hitam
-
Senang bergurau
Senjata: Kapak
Petruk adalah tokoh punakawan
dalam pewayangan
Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak
disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia
pewayangan merupakan gubahan asli Jawa. Di ranah Pasundan, Petruk lebih dikenal dengan nama Dawala
atau Udel.
Kisah
Menurut
pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa
di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara.
Sebelumnya ia bernama Bambang Pecruk Panyukilan. Ia gemar bersenda
gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang
yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh
karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.
Di tengah jalan
ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari
padepokannya di atas bukit, untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud
yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling
menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga
tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan.
Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta (Semar) dan Bagong yang
mengiringi Batara Ismaya. Mereka
diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan
berguru kepada Smara/Semar dan mengabdi kepada Sanghyang Ismaya. Demikianlah
peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama.
Karena
perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk
Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.
Istri dan keturunan
Petruk mempuyai
istri bernama Dewi Ambarwati, putri Prabu
Ambarsraya, raja Negara Pandansurat yang didapatnya melalui perang tanding.
Para pelamarnya antara lain: Kalagumarang dan Prabu Kalawahana raja raksasa di
Guwaseluman. Petruk harus menghadapi mereka dengan perang tanding dan akhirnya
ia dapat mengalahkan mereka dan keluar sebagai pemenang. Dewi Ambarwati
kemudian diboyong ke Girisarangan dan Resi Pariknan yang memangku
perkawinannya. Dalam perkawinan ini mereka mempunyai anak lelaki dan diberi
nama Lengkungkusuma.
Petruk dalam lakon pewayangan
Oleh karena
Petruk merupakan tokoh pelawak/dagelan (Jawa), kemudian oleh seorang dalang digubah
suatu lakon khusus yang penuh dengan lelucon-lelucon dan kemudian diikuti
dalang-dalang lainnya, sehingga terdapat banyak sekali lakon-lakon yang
menceritakan kisah-kisah Petruk yang menggelikan, contohnya lakon Pétruk
Ilang Pethèlé ("Petruk kehilangan kapaknya").
Dalam kisah Ambangan
Candi Spataharga/Saptaraga, Dewi Mustakaweni, putri dari
negara Imantaka, berhasil mencuri pusaka Jamus
Kalimasada dengan jalan menyamar sebagai kerabat Pandawa
(Gatutkaca),
sehingga dengan mudah ia dapat membawa lari pusaka tersebut. Kalimasada
kemudian menjadi rebutan antara kedua negara itu. Di dalam kekeruhan dan
kekacauan yang timbul tersebut, Petruk mengambil kesempatan menyembunyikan
Kalimasada, sehingga karena kekuatan dan pengaruhnya yang ampuh, Petruk dapat
menjadi raja menduduki singgasana Kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu
Welgeduwelbeh. Lakon ini terkenal dengan judul Petruk Dadi Ratu
("Petruk Menjadi Raja"). Prabu Welgeduwelbeh/Petruk dengan
kesaktiannya dapat membuka rahasia Prabu Pandupragola, raja negara Tracanggribig,
yang tidak lain adalah kakaknya sendiri, yaitu Nala Gareng.
Dan sebaliknya Bagong-lah
yang menurunkan Prabu Welgeduwelbeh dari tahta kerajaan Lojitengara dan
terbongkar rahasianya menjadi Petruk kembali. Kalimasada kemudian dikembalikan
kepada pemilik aslinya, Prabu Puntadewa.
Hubungan dengan punakawan lainnya
Petruk dan
panakawan yang lain (Semar,
Gareng
dan Bagong)
selalu hidup di dalam suasana kerukunan sebagai satu keluarga. Bila tidak ada
kepentingan yang istimewa, mereka tidak pernah berpisah satu sama lain.
Mengenai Punakawan, punakawan berarti ”kawan yang menyaksikan” atau pengiring.
Saksi dianggap sah, apabila terdiri dari dua orang, yang terbaik apabila saksi
tersebut terdiri dari orang-orang yang bukan sekeluarga. Sebagai saksi
seseorang harus dekat dan mengetahui sesuatu yang harus disaksikannya. Di dalam
pedalangan, saksi atau punakawan itu memang hanya terdiri dari dua orang, yaitu
Semar dan Bagong bagi trah Witaradya.
Sebelum Sanghyang Ismaya menjelma
dalam diri cucunya yang bernama Smarasanta (Semar), kecuali Semar dengan Bagong
yang tercipta dari bayangannya, mereka kemudian mendapatkan Gareng/Bambang
Sukodadi dan Petruk/Bambang Panyukilan. Setelah Batara Ismaya menjelma kepada
Janggan Smarasanta (menjadi Semar), maka Gareng dan Petruk tetap menggabungkan
diri kepada Semar dan Bagong. Disinilah saat mulai adanya punakawan yang
terdiri dari empat orang dan kemudian mendapat sebutan dengan nana
”parepat/prapat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar