Abdul Moeis (1883—1959)


                   Abdul Muis adalah sastrawan terkemuka Indonesia juga seorang jurnalis, aktivis partai politik dan pejuang kemerdekaan yang berperan besar dalam menumbuhkan nasionalisme rakyat Indonesia melalui karya-karya, tulisan-tulisan di media massa serta sepak terjangnya dalam organisasi pergerakan nasional. 

Biografi

Tanggal Lahir
3 Juli 1883
Tempat Lahir
Sungai Suar Bukit Tinggi Sumatera Barat
Pendidikan
Stovia (sekolah kedokteran)
Wafat
Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959
Gelar Pahlawan
Pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Sk Presiden No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)
Makam
TMP Cikutra - Bandung
Karir
  • Bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst
  • Wartawan surat kabar Preanger Bode
  • Wartawan surat kabar Neraca
  • Pemimpin Redaksi Kaoem Moeda
  •  Mendirikan surat kabar Kaoem Kita
Organisasi
  • Anggota Volksraad
  • Centraal Sarekat Islam
  •  Persatuan Perjuangan Priangan
Aktifitas perjuangan
  • Mengkritik Belanda melalui tulisannya di harian De Express
  • Memprotes Belanda dalam perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan melalui Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar Dewantara  tahun 1913,
  • Memimpin kaum buruh di daerah Yogyakarta dalam pemogokan
  • Mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1922


Pada tahun 1905 Ia keluar dan Departemen itu setelah dijalaninya selama Iebih kurang dua setengah tahun (1903-- 1905). Pada tahun 1905 itu juga ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia, sebuah majalah yang banyak memuat berita politik, di Bandung. Pekerjaan itu ditekuninya selama lebih kurang lima tahun, sebelum ia diperhentikan dengan hormat (karena cekcok dengan controleur) pada tahun 1912. Ia kemudian bekerja di De Prianger Bode, sebuah surat kabar (harian) Belanda yang terbit di Bandung, sebagal Klerk/korektor, Hanya dalam tempo tiga bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorrector(korektor kepala) karena kemampuan berbahasa Belandanya yang baik Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdul Muis dalam berbahasa Belanda dianggap melebihi rata-rata orang Belanda sendiri (Mimbar Indonesia. No.24-25, 19 Juni 1959). Oleh karena itu, begitu keluar dan Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs (Direktur Pendidikan) pada Departement van Onderwijs en Eredienst yang kebetulan membawahi Stovia.
Tahun 1913.  Sebagai pemuda yang berjiwa patriot, ia mulai tertarik pada dunia politik dan masuklah ia ke Serikat Islam (SI). Bersama dengan mendiang A.H. Wignyadisastra, Ia dipercaya untuk memimpin Kaum Muda, salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Pada tahun itu pula, atas inisiatif dr. Cipto Mangunkusumo, Abdul Moeis (bersama dengan Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat) membentuk Komite Bumi Putra untuk menentang terhadap maksud Belanda mengadakan perayaan besar-besaran 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis di tahun 1913, serta untuk mendesak Ratu Belanda agar memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam berpolitik dan bernegara (Mimbar Indonesia, No. 24-25, 19 Juni 959).

Pada tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan SI pergi ke Negeri Belanda untuk mem-propagandakan comite Indie Weerbaar. Pada tahun 1918, sekembalinya dan Negeri Belanda, Abdul Muis terpaksa harus pindah kerja ke harian Neraca karena Kaum Muda telah diambil alih oleh Politiek Economische Bond, sebuah gerakan politik Belanda di bawah pimpinan Residen Engelenberg. Pada tahun 1918 itu juga, Abdul Muis menjadi anggota dewan Volksraad (Dewan Rakyat Jajahan).

Pada tahun 1919, dirinya pernah mendekap di penjara. Ketika itu, seorang Pengawas Belanda di Sulawesi Utara dibunuh ketika Abdoel Muis baru saja melengkapi pidato kelilingnya di sana dan dia persalahkan atas kejadian tersebut. Melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De Express, Abdoel Muis mengecam tulisan orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia.

Pada tahun 1922, misalnya, ia memimpin anak buahnya yang tergabung dalain PPPB (Perkumpulan Pegawai Pegadaian Bumiputra) mengadakan pemogokan di Yogyakarta. Setahun kemudian, ia pun memimpin sebuah gerakan memprotes aturan landrentestelsel (Undang-undang Pengawasan Tanah) yang akan diberlakukan oleh Belanda di Sumatra Barat .

Pada tahun 1992, dia diasingkan ke Garut, Jawa  Barat selama tiga tahun karena memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta. Abdoel Muis juga berperan dalam pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mempengaruhi tokh-tokoh Belanda.

        Karya-karyanya 
  •  Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972),diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia.
  • Pertemuan Jodoh (novel, 1933).
  • Surapati (novel, 1950).
  • Robert Anak Surapati(novel, 1953).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar