Abdul Muis
adalah sastrawan terkemuka Indonesia juga seorang jurnalis, aktivis partai
politik dan pejuang kemerdekaan yang berperan besar dalam menumbuhkan
nasionalisme rakyat Indonesia melalui karya-karya, tulisan-tulisan di media
massa serta sepak terjangnya dalam organisasi pergerakan nasional.
Tanggal
Lahir
|
3
Juli 1883
|
Tempat
Lahir
|
Sungai
Suar Bukit Tinggi Sumatera Barat
|
Pendidikan
|
Stovia (sekolah kedokteran)
|
Wafat
|
Bandung,
Jawa Barat, 17 Juni 1959
|
Gelar
Pahlawan
|
Pahlawan
nasional oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Sk
Presiden No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959)
|
Makam
|
TMP
Cikutra - Bandung
|
Karir
|
|
Organisasi
|
|
Aktifitas
perjuangan
|
|
Pada tahun 1905 Ia keluar dan Departemen itu setelah dijalaninya selama Iebih kurang dua setengah tahun (1903-- 1905). Pada tahun 1905 itu juga ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia, sebuah majalah yang banyak memuat berita politik, di Bandung. Pekerjaan itu ditekuninya selama lebih kurang lima tahun, sebelum ia diperhentikan dengan hormat (karena cekcok dengan controleur) pada tahun 1912. Ia kemudian bekerja di De Prianger Bode, sebuah surat kabar (harian) Belanda yang terbit di Bandung, sebagal Klerk/korektor, Hanya dalam tempo tiga bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorrector(korektor kepala) karena kemampuan berbahasa Belandanya yang baik Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdul Muis dalam berbahasa Belanda dianggap melebihi rata-rata orang Belanda sendiri (Mimbar Indonesia. No.24-25, 19 Juni 1959). Oleh karena itu, begitu keluar dan Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs (Direktur Pendidikan) pada Departement van Onderwijs en Eredienst yang kebetulan membawahi Stovia.
Tahun 1913. Sebagai pemuda yang berjiwa patriot, ia mulai
tertarik pada dunia politik dan masuklah ia ke Serikat Islam (SI). Bersama
dengan mendiang A.H. Wignyadisastra, Ia dipercaya untuk memimpin Kaum Muda,
salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung. Pada tahun itu pula,
atas inisiatif dr. Cipto Mangunkusumo, Abdul Moeis (bersama dengan
Wignyadisastra dan Suwardi Suryaningrat) membentuk Komite Bumi Putra untuk menentang
terhadap maksud Belanda mengadakan perayaan besar-besaran 100 tahun kemerdekaan
Belanda dari Perancis di tahun 1913, serta untuk mendesak Ratu Belanda agar
memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam berpolitik dan bernegara (Mimbar Indonesia, No. 24-25, 19 Juni 959).
Pada tahun 1917 ia dipercaya sebagai utusan
SI pergi ke Negeri Belanda untuk mem-propagandakan comite Indie Weerbaar. Pada
tahun 1918, sekembalinya dan Negeri Belanda, Abdul Muis terpaksa harus pindah
kerja ke harian Neraca karena Kaum Muda telah diambil alih oleh Politiek
Economische Bond, sebuah gerakan politik Belanda di bawah pimpinan Residen
Engelenberg. Pada tahun 1918 itu juga, Abdul Muis menjadi anggota dewan
Volksraad (Dewan Rakyat Jajahan).
Pada tahun 1919, dirinya pernah mendekap di
penjara. Ketika itu, seorang Pengawas Belanda di Sulawesi Utara dibunuh ketika
Abdoel Muis baru saja melengkapi pidato kelilingnya di sana dan dia persalahkan
atas kejadian tersebut. Melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De
Express, Abdoel Muis mengecam tulisan orang Belanda yang sangat menghina
bangsa Indonesia.
Pada tahun 1922, misalnya, ia memimpin anak
buahnya yang tergabung dalain PPPB (Perkumpulan Pegawai Pegadaian Bumiputra)
mengadakan pemogokan di Yogyakarta. Setahun kemudian, ia pun memimpin sebuah
gerakan memprotes aturan landrentestelsel
(Undang-undang Pengawasan Tanah) yang akan diberlakukan oleh Belanda di Sumatra
Barat .
Pada tahun 1992, dia diasingkan ke Garut,
Jawa Barat selama tiga tahun karena memimpin
pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta. Abdoel Muis juga berperan dalam
pendirian Technische Hooge School - Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan
mempengaruhi tokh-tokoh Belanda.
Karya-karyanya
- Salah Asuhan (novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972),diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia.
- Pertemuan Jodoh (novel, 1933).
- Surapati (novel, 1950).
- Robert Anak Surapati(novel, 1953).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar