Dalam dunia pewayangan Jawa ada yang dinamakan Punokawan.
Punokawan terdiri dari empat orang. Ki Semar Bodronoyo dan anak-anaknya. Mereka
adalah Petruk ato Kantong Bolong, Gareng dan Bagong.
Dari ‘ngelmu kirotoboso’ yaitu
ilmu, maka dari nama-nama punokawan tersebut bisa diartikan dalam berbagai
macam. Salah satunya adalah merupakan falsafah seksologi yang dalam khasanah
Jawa disebut ‘ajimak-saresmi’.
S.G.B.P
Punokawan versi
Punokawan santai
Nge-RocK
Petruk
Petruk kalau ‘dikirotoboso’-kan berarti ‘ngempit….ruk’. Maksudnya perempuan menutupi atau menjunjung tinggi ‘mahkota kewanitaannya’. Tidak bakalan di berikan kepada sesiapa selain kepada suaminya. Apalagi kepada ‘bajing loncat’, tidak akan diberi. Wong barang ‘wadi’ (rahasia) namun ‘edi-peni’ kok (berharga ) ya di ‘kempit’, dijaga. Makanya dalam bahasa jawa istri dipanggil dengan sebutan ‘garwo’ bukan hanya bermakna ’sigar tur dowo’ (terbelah dan memanjang) namun lebih berarti ’sigaraning nyowo’ yang artinya bagian dari nyawa suami.
Petruk
Gareng
Nah kalau sudah bersuami maka kemudian melakukan ‘ritual
ajimak saresmi’ atau dalam bahasa kerennya itu ML, making love
alias bersetubuh. Karena kenikmatan bersetubuh itu kemudian timbul ‘erangan’…reng…reng…jadilah disimbolkan tokoh “Gareng”.
Gareng
Bagong
Bagong
Semar
Ketika suami istri sudah sampai pada puncaknya dalam mengarungi bahtera permainan cinta itu kemudian keduanya merasa puas atau ‘marem’ dan ‘mesem’ (tersenyum puas) dan timbullah perlambang “Semar”.
Semar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar