Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Perempuan dari Sulawesi
Maria Josephine Chaterine Maramis, termasuk Pahlawan Pergerakan
Nasional Indonesia yang memperjuangkan emansipasi wanita selain Dewi Sartika
dan R.A. Kartini.
Maria Walanda Maramis, lahir di Kema, sebuah kota kecil di Kabupaten Minahasa Utara pada tanggal 1 Desember 1872. Maria adalah anak bungsu
dari tiga bersaudara, kakak perempuannya bernama Antje dan kakak laki-lakinya bernama Andries. Andries kemudian terlibat dalam pergolakan kemerdakaan
Indonesia.
Ketika berumur 6 tahun, kedua orang tua Maria meninggal dan Maria beserta saudara-saudaranya dibawa oleh Rotinsulu (Pamannya) ke Maumbi. Di sana Maria dan Antje disekolahkan di Sekolah Melayu di Maumbi. Sekolah ini setingkat Sekolah Dasar, dimana para siswanya belajar membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah. Pada saat itu, pendidikan bagi perempuan sangat rendah, karena mereka diharapkan untuk menikah dan mengasuh anak.
Paman Maria, Rotinsulu
merupakan orang terpandang dan memiliki banyak teman yang pada umumnya orang
Belanda, sehingga Maria memiliki pergaulan yang luas meskipun hanya mendapatkan
pendidikan sekolah dasar. Maria akrab dengan salah satu keluarga pendeta
Belanda, Ten Hoeven. Pendeta yang
mempunyai pandangan luas di bidang pendidikan tersebut sangat mempengaruhi jiwa
Maria. Maria kemudian bercita-cita untuk memajukan perempuan Minahasa. Ini
tidak lepas dari keadaan saat itu, dimana adat istiadat merupakan hambatan bagi
kaum perempuan. Akibat pendidikan yang rendah, banyak perempuan kurang mengerti
tentang persoalan kesehatan, rumah tangga dan mengasuh anak.
Maria menikah pada umur 18 tahun dengan Yosephine Frederik Calusung Walanda, seorang guru bahasa di HIS Manado pada tahun 1890. Maria banyak belajar dari suaminya tentang bahasa dan pengetahuan lain seperti keadaan masyarakat di Sulawesi.
Pada
bulan 8 Juli 1917, dengan bantuan suaminya serta
kawan-kawannya yang lain, Maria mendirikan PIKAT (Percintaan Ibu Kepada Anak
Turunannya). Organisasi ini bertujuan untuk mendidik kaum perempuan dalam hal
rumah tangga, seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan dan
sebaganya.
Pemikiran
Maria
berpendapat bahwa perempuan adalah tiang keluarga, dimana di pundak perempuan
inilah tergantung masa depan anak-anak. Oleh karenanya, perempuan perlu
mendapatkan pendidikan yang baik. Maria juga melihat kenyataan di masyarakat,
dimana banyak anak perempuan yang bersekolah dan mempunyai keahlian seperti
juru rawat dan bidan namun akhirnya menjadi ibu rumah tangga biasa. Melalui
tulisannya di harian Tjahaja Siang
di Manado, Maria mengemukakan pemikiran-pemikirannya tentang perempuan.
Melalui kepemimpinan Maramis di dalam PIKAT, organisasi ini bertumbuh dengan dimulainya cabang-cabang PIKAT di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, Sangirtalaud, Gorontalo, Poso dan Motoling. Cabang PIKAT juga terdapat di Jawa dan Kalimantan, yaitu di Batavia, Bandung, Bogor, Cimahi, Magelang, Surabaya, Balikpapan, Sangusangu dan Kotaraja.
2
Juli 1918 di Manado didirikan sekolah rumah tangga untuk
perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound
School PIKAT.
Untuk menambah pemasukan uang, Maria menjual kue-kue dan pekerjaan tangan. Inisiatif Maria ini kemudian membuat hampir setiap orang terpandang di Manado memberikan sumbangan untuk sekolah tersebut. Selain itu Maria juga mengadakan pertunjukkan sandiwara Pingkan Mogogumoy, sebuah cerita klasik Minahasa. Berkat usahanya tersebut, berhasil didirikan gedung sekolah dan asrama.
Hampir setiap bulan Maria mengadakan rapat dengan pengurus cabang setempat, seperti Pandano, Tomohon, Amurang, Airmadidi, dan Bolang Mongondow. Maria juga selalu menanamkan rasa kebangsaan di hati kaum perempuan, dengan menganjurkan memakai pakaian daerah dan berbahasa Indonesia.
Pada
tahun 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen
atau Sekolah Kejuruan Putri. Maria juga aktif untuk mewujudkan cita-citanya,
agar kaum perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki. Maria juga yakin
bahwa perempuan mampu mengikuti pelajaran yang lebih tinggi seperti laki-laki.
Selain itu, Maria juga berusaha agar perempuan diberi tempat dalam urusan
politik, seperti duduk dalam keanggotaan
Dewan Kota atau Volksraad (Dewan Rakyat).
Pahlawan Indonesia
22
April 1924, Beliau meninggal dunia.
Setiap tanggal 1 Desember,
masyarakat Minahasa memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis, sosok yang
dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di
dunia politik dan pendidikan. Juga dibangun Patung Walanda Maramis yang
terletak di Kelurahan Komo Luar Kecamatan Weang sekitar 15 menit dari pusat
Kota Manado yang dapat ditempuh dengan angkutan darat.
Untuk menghargai
peranannya dalam pengembangan keadaan wanita di Indonesia, Maria Walanda
Maramis mendapat gelar Pahlawan
Pergerakan Nasional dari pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Mei
1969 melalui SK Presiden RI No. 012/TK/1969.
Sumber:
dari berbagai web
Tidak ada komentar:
Posting Komentar