Saparan Bekakak di Gamping, Sleman, Yogyakarta

Jumat, 13 Januari 2012, Desa Ambarketawang berada di kecamatan Gamping kabupaten Sleman penuh dengan lautan manusia yang terlibat atau sekedar menyaksikan upacara tradisional Saparan Bekakak. Sejak pagi ribuan warga Yogyakarta dan sejumlah turis baik lokal maupun mancanegara sudah berdatangan ke Desa Ambarketawang.

Upacara bekakak di gunung Gamping disebut juga Saparan, sebab pelaksanaan upacara ini jatuh atau berkaitan dengan bulan Sapar. Kata Sapar identik dengan ucapan Arab Syafar yang berarti bulan Arab yang kedua. Jadi Saparan ialah upacara selamatan yang diadakan disetiap bulan Sapar. Saparan Gamping disebut juga Saparan Bekakak. Bekakak adalah boneka sepasang pengantin yang terbuat dari beras ketan yang di dalamnya sengaja diisi cairan air gula. Ada maksud tertentu sehingga diisi air gula tersebut. 

14.jpg
Pengorbanan bekakak, yaitu boneka dari beras ketan yang berisi air gula jawa

Satu cerita yang konon menjadi cikal bakal upacara tradisional ini adalah sebagai berikut. Desa Ambarketawang adalah sebuah wilayah perbukitan gamping atau batu kapur. Tersebutlah Ki Wirosuto, abdi dalem dari Sultan Hamengku Buwono I yang memimpin warga desa menambang batu kapur yang digunakan untuk membangun Keraton Yogyakarta. Namun, usaha penggalian batu kapur ini sering sekali diganggu oleh "penunggu" pegunungan kapur ini hingga menelan banyak korban jiwa. Di antaranya adalah Ki Wirosuto sendiri.

02.jpg










Gunung Gamping yang diyakini sebagai tempat wafatnya Ki Wirasuta 





Lantaran banyak korban yang berjatuhan, Sri Sultan Hamengku Buwono I yang memerintah saat itu kemudian mencari petunjuk untuk menyelesaikan permasalahan ini. Sultan pun bertapa di kawasan Gunung Gamping. Dalam pertapaannya, Sultan didatangi penunggu tempat itu yang meminta sepasang pengantin dikorbankan setiap tahunnya demi kelancaran dan keselamatan kegiatan penggalian batu gamping.

Namun Sultan bukanlah pemimpin yang tega mengorbankan rakyatnya. Ia berpikiran lain, permintaan itu lantas ditanggapi melalui sebuah tipu muslihat. Yakni, dengan membuat sesaji berupa bekakak atau boneka pengantin untuk kemudian dikorbankan. Ternyata, tipuan itu berhasil. Dan, sejak saat itulah tradisi Saparan Bekakak menjadi sebuah rutinitas tahunan yang dilaksanakan di Desa Ambarketawang.

Upacara ini dimulai pada malam harinya (Kamis malam) dengan penyerahan bekakak dan kelengkapan lainnya kepada kepala desa di balai desa Ambarketawang. Malam itu juga dilanjutkan dengan acara tirakatan. Selanjutnya pada siang harinya di lapangan balai desa Ambarketawang disajikan berbagai kesenian tradisional persembahan dari warga. Kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan menempuh jalan sepanjang kurang lebih 2 km menuju kawasan Gunung Gamping. Di tempat inilah oleh mereka diyakini sebagai tempat wafatnya Ki Wirosuto, dan di tempat ini pula mereka akan melakukan tradisi pengorbanan bekakak.

Upacara ini selalu dilaksanakan rutin setiap hari Jumat di bulan Sapar dalam penanggalan Jawa dan sudah berlangsung selama ratusan tahun. Kini upacara Saparan Bekakak sudah dikemas menjadi kegiatan budaya yang diharapkan bisa mengundang wisatawan. Desa Ambarketawang yang terdiri dari tigabelas dusun, dan masing-masing dusun mengirimkan perwakilannya guna memeriahkan acara tersebut. Seluruh warga termasuk kaum tua, muda, laki-laki dan perempuan terlibat aktif  dalam penyelenggaraan acara ini. Mereka sadar bahwa budaya bisa tetap langgeng dan berlangsung terus hanya dengan mencintainya. Mereka menyiapkan segala sarana dan prasarana dengan suka rela. Menjadi suatu kebanggaan bila mereka bisa turut aktif dalam acara desa ini. Bangga dan rasa cinta yang mendalam warga desa membuat tradisi memperingati pengorbanan leluhur mereka, Ki Wirosuto, bertahan hingga saat ini.
 







03.jpg
Brigade Prajuri Gamping


04.jpg
Ogoh-ogoh berujud Buta/Raksasa

05.jpg
Kuda Jatilan


06.jpg
Merak ReogSingo Barong


08.jpg

09.jpg


10.jpg

12.jpg
Bekakak diangkut dalam jodhang (joli) menuju Gunung Gamping


http://kratonpedia.com/article-detail/2012/1/15/226/Saparan.Bekakak:.Tradisi.Mengenang.Ki.Wirosuto.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar