Kesultanan Pontianak

Kesultanan Kadriah (1771–1950)
Pemerintahan Monarki absolut Islam

    
Bendera & Lambang
Kesultanan Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha.Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua dengan putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari Sultan Sepuh Tamjidullah I). Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779.

Arab Hadramaut

Yaman
adalah sebuah lembah cukup subur di negeri Yaman yang umumnya padang pasir tandus.
Hadramaut merupakan negeri asal dan tempat tinggal Nabi Hud dan Saleh
 Suku-suku Arab pada waktu itu menamai tempat Amir Bin Qahtan tinggal sebagai hadhramout yang berarti Hadhra=hadir mout=kematian yaitu di mana Amir Bin Qahtan berada, orang yang paling ditakuti oleh semua keluarga, bani, suku dan kabilah di seluruh arab. Ditakuti karena keberaniannya, kejeliannya dan keperkasaannya. Setiap kali Amir Bin Qahtan berpartisipasi dalam sebuah perang maka tempat tersebut akan berubah menjadi lembah kematian.
 Pada masa pasca-Muhammad, kebanyakan dari mereka memeluk Islam dan menjadi pedagang dan petualang yang menghubungkan antara bagian timur benua Afrika (Sudan, Somalia, Eritrea) dengan bagian selatan benua Asia (India, Indonesia); dengan demikian menjadi pelaku Jalur Sutera laut.

Sebagian besar kaum keturunan Arab di Indonesia umumnya berasal dari wilayah ini. Ini dapat ditelusuri dari nama-nama marga mereka, seperti Al Amri, Alaydrous, Badjubier, Bawazier, Al Khered, Al Kaff, Al Attas, Al Kathiri, Bin zagr, Bin Abdat, Sungkar, Al Habsyi, dan lain sebagainya.

  Silsilah Kesultanan

Sultan-Sultan Kadriah Pontianak

1 Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bin Habib Husein Alkadrie 1 September 1778 – 28 Februari 1808
2 Sultan Syarif Kasim Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie 28 Februari 1808 – 25 Februari 1819
3 Sultan Syarif Usman Alkadrie bin Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie 25 Februari 1819 – 12 April 1855
4 Sultan Syarif Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Usman Alkadrie 12 April 1855 – 22 Agustus 1872
5 Sultan Syarif Yusuf Alkadrie bin Sultan Syarif Hamid Alkadrie 22 Agustus 1872 – 15 Maret 1895
6 Sultan Syarif Muhammad Alkadrie bin Sultan Syarif Yusuf Alkadrie 15 Maret 1895 – 24 Juni 1944
* Interregnum 24 Juni 1944 – 29 Oktober 1945
7 Mayjen KNIL Sultan Hamid II (Sultan Syarif Abdul Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie) (Pencipta Lambang Negara RI, Garuda Pancasila) 29 Oktober 1945 – 30 Maret 1978
* Interregnum 30 Maret 1978 – 15 Januari 2004
8 Sultan Syarif Abubakar Alkadrie bin Syarif Mahmud Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie 15 Januari 2004 – Sekarang
  
Abdurrahman Alkadrie dari Pontianak (1 September 1778 – 28 Februari 1808)

Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie adalah Pendiri dan Sultan pertama Kerajaan Pontianak. Ia dilahirkan pada tahun 1142 Hijriah / 1729/1730 M, putra Al Habib Husin, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal Arab.

Tahun 1184 Hijriah, tiga bulan setelah ayahnya wafat di Kerajaan Mempawah, Syarif Abdurrahman bersama dengan saudara-saudaranya bermufakat untuk mencari tempat kediaman baru. Mereka berangkat dengan 14 perahu Kakap menyusuri Sungai Peniti. Waktu dzuhur mereka sampai di sebuah tanjung, Syarif Abdurrahman bersama pengikutnya menetap di sana. Tempat itu sekarang dikenal dengan nama Kelapa Tinggi Segedong.
Namun Syarif Abdurrahman mendapat firasat bahwa tempat itu tidak baik untuk tempat tinggal dan ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mudik ke hulu sungai. Tempat Syarif Abdurrahman dan rombongan salat zuhur itu kini dikenal sebagai Tanjung Dhohor.
Pontianak 
Ketika menyusuri Sungai Kapuas, mereka menemukan sebuah pulau, yang kini dikenal dengan nama Batu Layang, dimana sekarang di tempat itulah Syarif Abdurrahman beserta keturunannya dimakamkan. Di pulau itu mereka mulai mendapat gangguan hantu Pontianak. Syarif Abdurrahman lalu memerintahkan kepada seluruh pengikutnya agar memerangi hantu-hantu itu. Setelah itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Kapuas. 
14 Rajab 1184 Hijriah atau 23 Oktober 1771, Menjelang subuh mereka sampai pada persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Landak. Setelah delapan hari menebas pohon di daratan itu, maka Syarif Abdurrahman lalu membangun sebuah rumah dan balai, dan kemudian tempat tersebut diberi nama Pontianak. Di tempat itu kini berdiri Mesjid Jami dan Keraton Kadariah. 
Senin tanggal 8, bulan Sya'ban 1192 Hijriah,bertepatan dengan hari  dengan dihadiri oleh Raja Muda Riau, Raja Mempawah, Landak, Kubu dan Matan, Syarif Abdurrahman dinobatkan sebagai Sultan Pontianak dengan gelar Syarif Abdurrahman Ibnu Al Habib Alkadrie. Syarif Abdurrahman Alkadrie mangkat tahun 1707.

Mayjen KNIL Sultan Hamid II (Sultan Syarif Abdul Hamid Alkadrie bin Sultan Syarif Muhammad Alkadrie)

Sultan Hamid II yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung Sultan Pontianak Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Juli 1913 – meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun) adalah Perancang Lambang Negara Indonesia, Garuda Pancasila. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia. Ia beristrikan seorang perempuan Belanda, yang memberikannya dua anak yang sekarang tinggal di Negeri Belanda.
Syarif Abdul Hamid menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalimantan Barat dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

http://id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar